Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Desain Tujuan Pengembangan Kurikulum


Secara lingusitik kurikulum berasal dari bahasa latin ” curiculu” semula berarti á running course, or
race course, especially race course.  Dan terdapat pula bahasa Prancis”courier” artinya  to run, berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses, untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[1]

Kemudian Sumarsih, mengartikan krikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.[2]

Kurikulum juga merupakan wahana belajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.[3]

Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.


B.       DESAIN KURIKULUM


       Desain kurikulum merupakan bentuk dari pengembangan kurikulum, curriculum design is the outcome of a process by which the purposes of education are liked to the selection and organization of content. Dan desain dapat dirumuskan sebagai proses yang sengaja tentang suatu pemikiran, perencanaan dan penyeleksian bagian-bagian, teknik, dan prosedur yang mengatur suatu tujuan.

Secara sederhana desain dapat dimaknai sebagai rancangan, pola atau model. Berdasarkan pengertian tersebut, mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi satuan pendidikan. Tugas dan peran desainer kurikulum seperti seorang arsitektur. Sebelum ia menentukan bahan dan cara mengonstruksi bangunan yang tepat, terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun. Hal ini agar bangunan kurikulum yang dibuat memiliki makna.[4]

Para ahli kurikulum telah banyak merumuskan macam-macam desain pengembangan kurikulum. Manakala kita kaji desain pengembangan kurikulum yang dikemukakan para ahli kurikulum itu memiliki kesamaan-kesamaan. Kusman menyebutkan beberapa desain pengembangan kurikulum sebagai hasil kajian dari beberapa sumber, di antaranya:

1.      Desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu

Pengembangan desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu ini adalah berawal dari sebuah asumsi, bahwa fungsi sekolah pada dasarnya untuk mengembangkan kamampuan berpikir peserta didik. Maka desain kurikulum model ini dinamakan desain kurikulum subjek akademis. Menurut Longstreet sebagaimana yang dikutip oleh Rusman desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu. Penekanannya diarahkan untuk pengembangan intelektual peserta didik.

Model kurikulum ini dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Mereka menyusun materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik baik terkait data atau fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Materi pembelajaran tentu saja disusun sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Menurut Rusman paling tidak terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu:[5]

a.       Subject centered curriculum design

Pada Subject centered curriculum design, bahan atau isi kurikulum sidudun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Misalnya mata pelajaran Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan, Kimia, Fisika, Matematika, Agama, Bahasa dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran itu seolah-olah tidak berhubungan satu dengan lain. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggungjawab pada mata pelajaran yang diberikannya. Kalupun mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang sama maka hal ini juga dilaksanakan secara terpisah-pisah. Oleh karena organisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, maka kurikulum juga dinamakan separated subject curriculum.

b.      Correlated curriculum design

Pada organisasi Correlated curriculum design ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan/kesamaan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi satu bidang studi, seperti misalnya mata pelajaran Biologi, Kimia dan fisika dikelompokkan menjadi satu bidang studi IPA.



c.       Integrated curriculum design

Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model integrated curriculum design, tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Maka dengan demikian belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan peserta didik tidak hanya terjadi pada segii intelektual saja akan tetapi seluruh aspek seperti, sikap, emosi atau keterampilan.[6]

2.      Desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat

Asumsi yang mendasari bentuk desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah adalah melayani kebutuhan masyarakat. Karena kurikulum pada dasarnya adalah jawaban atas berbagai kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam mendisain isi kurikulum.

Contoh desain kurikulum seperti ini di kembangkan oleh Smith Staley dan Shores, dalam buku mereka yang berjudul Fundamentals of Curriculum atau dalam Curriculum Theory yang disusun oleh Beauchman. Sebagaimana yang dilansir oleh Rusman, mereka merupakan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok social, harus menjadi bahan kajian peserta didik di sekolah.[7]

Menurut Rusman paling tidak ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu:



a.      The status quo perspective

Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.

Di samping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti yang dilakukan oleh orang dewasa dalam perspektif ini juga menyangkut desain kurikulum untuk memberikan keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja (profesi). Oleh sebab itu, sebelum merancang isi kurikulum, para perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan yang harus dimiliki anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

b.      The reformist perspective

Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam perspektif ini harus berperan untuk merubah tatanan social masyarakat. Menurut pandangan para reformis, dalam proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau untuk mempertahankan struktur social yang sudah ada. Dengan demikian masyarakat lemah akan tetap berada dalam ketidak berdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu merubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.



c.       The futurist perpective

Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi social, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan social, politik dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan social dari pada kepentingan individual. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan pemahan tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri.

Tujuan utama kurikulum ini dalam perspektif ini adalah mempertemukan peserta didik dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli rekonstruksi social percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi” social saja akan tetapi oleh setiap disiplin ilmu. Berbagai macama krisi yang dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.[8]


3.      Desain kurikulum yang berorientasi pada peserta didik

Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh lepas dari kehidupan anak didik. Kurikulm yang berorientasi pada peserta didik menekankan kepada peserta didik sebagai sumber isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik sebagai peserta didik.

Anak didik adalah manusia yang sangat unik. Mereka memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan anak adalah makhluk yang sedang berkembang, yang memiliki minat dan bakat yang beragam. Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan mereka.

Sementara itu, Nana Syaodih mengajukan delapan model pengembangan kurikulum pendidikan. Kedelapan model tersebut adalah sebagai berikut:[9]

1.      The administrasi model

Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling dikenal. Dinamaiadministrasi model, karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum dating dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya maka administrator pendidikan, baik dirjen, direktorat atau kepala kantor wilayah pendidikan, membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum anggotanya terdiri atas para pejabat bawahannya atau para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli ilmu dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan.

Tugas tim ini adalah, merumuskan konsep-konsep, landasan-landasan, kebijakan-kebijakan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, tim tersebut juga dapat membentuk tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para nggota komisi bias berasal dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dan perguruan tinggi, guru-guru bidang studi dan senior.

Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuen bahan pelajaran, memilih dan menyusun strategi dan evaluasi pembelajaran, serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru.

Setelah tim itu selesai, kemudian hasilnya dievaluasi oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut derta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.

Dari paparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa model pengembangan kurikulum administrative ini, memiliki kesamaan dengan pengembangan kurikulum yang menganut system pendidikan sentralistik. Karena pengembangan kurikulum cenderung para pejabat pendidika di tingkat atas, sementara sekolah hanya melaksanaknannya, dengan berpedoman pada julak dan junis yang telah ditetapkan.

2.      The grass root model

Grass root model (model akar rumput) model adalah kebalikan dari model pengembangan kurikulum pertama, administrative model. Model kedua ini inisiatif pengembangan kurikulum bukan dating dari atas tetapi dating dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah-sekolah. Pengembangan kurikulum yang seperti ini lebih cocok bagi yang menganut system pendidikan atau pengelolaan pendidikan yang bersifat desentralisasi.[10]

Pola pengembangan kurikulum model grass root ini dengan cara seorang guru, kelompok guru atau keseluruhan guru di sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan ini dapat emnyangkut satu komponen, beberapa komponen atau seluruh komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum model ini lebih efektif apabila kondisi sekolah telah memungkinkan, baik dari segi sumberdaya manusia, fasilitas yang tersedia maupun sumber dana yang ada di sekolah yang bersangkutan

Pengembangan kurikulum model grass root inii didasarkan pada pertimbangan bahwa gurulah yang menjadi perencana dan sekaligus pelaksana pendidikan di sekolah, dan dia pula yang lebih tahu tentang kondisi sekolah dan kelasnya. Oleh karenanya dialah yang lebih kompeten menyusun kurikulum bagi peserta didik-peserta didiknya.

3.      Beaucamps system

Nama model pengembangan kurikulum ini diambil dari nama pelaksana pengembangan kurikulum. Karena kurikulum ini dikembangkan oleh Beauchamp yang merupakan seorang ahli kurikulum. Beaucamp mengidentifikasi serangkaian pembuatan keputusan penting yang berpengaruh terhadap penerapan kurikulum. Menurutnya paling tidak ada lima hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan.

a)      Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, yakni ruang lingkup pengembangannya.

b)      Memilih dan menetapkan para personil yang bertugas mengembangkan kurikulum

c)      Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.

d)     Implementasi kurikulum

e)      Mengevaluasi kurikulum

4.      The demonstration model

Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass root, oleh karenanya terdapat kesamaan antara kedua model ini, yakni sama-sama inisiatif awalnya dari bawah, yakni para guru atau sekolah-sekolah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau kelompok guru kerjasama dengan ahli dengan maksud mengadakan perbaikan kurikulum.

Model demonstrasi direncanakan untuk mengantar pengembangan kurikulum dalam sakala kecil. Misalnya hanya mencakup satu atau beberapa sekolah saja. Suatu komponen kurikulum atau keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada, maka pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu yang merasa tidak setuju dengan adanya perubahan tersebut.[11]

Menurut Smith dan Stanley sebagaimana dikutip oleh Nana Syaodih, paling tidak ada dua variasi model demonstrasi ini, pertama, sekelompok guru daru satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk pelaksanaan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Percobaan ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi komponen kurikulu. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan dalam lingkup yang lebih luas. Kedua,  kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa tidak puas dengan kurikulum yang ada, mencoba hal-hal berbeda dengan yang sudah berlaku. Hal ini bertujuan untuk menemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untu kemudian digunakan dalam wilayah atau daerah yang lebih luas.

5.      Taba’s inverted model

Model ini merupakan bentuk urutan tradisional yang paling sederhana dari pengembangan kurikulum. Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara dan urutan sebagai berikut:

a)      Penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar;

b)      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu;

c)      Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh;

d)     Melaksanakan kurikulum did slam kelas.

Taba yakin bahwa proses deduktif cenderung mengurangi kemampuan inovasi-inovasi kreatif, karena membatasi kemungkinan untuk bereksperimen baik ide maupun konsep pengembangan kurikulum yang mungkin timbul. Menurutnya kurikulum yang dapat mendorong inovasi siswa dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional.[12]

Terdapat lima langkah pengembangan kurikulum model Taba. Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini diadakan penelitian, studi yang seksama tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan mengadakan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan. Ada beberapa langkah dalam kegiatan eksperimen ini.

a)    Mendiagnosis kebutuhan

b)   Merumuskan tujuan-tujuan khusus;

c)    Memilih isi;

d)   Mengorganisasikan isi;

e)    Memilih pengalaman belajar;

f)    Mengorganisasikan pengalaman belajar;

g)   Mengevaluasi;

h)   Melihat sekuen dan keseimbangan.

Kedua, menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan kelima, implementasi dan desiminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru pada daerah-daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas.

6.      Roger’s interpersonal relation model

Nama model ini diambil dari nama penemunya yakni Roger. Meskipun ia bukan ahli dalam bidang pendidikan, akan tetapi, konsep-konsepnya tentang psikoterapi, khususnya dalam membimbing individu, dapat diaplikasikan dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Karena menurut Crosby sebagaimana dikutip oleh Nana Syaodih, perubahan kurikulum adalah perubahan individu.

Model ini dikembangkan atas kebutuhan menciptakan serta memelihara suasana yang baik terhadap perubahan. Menurut Rogers manusia berada dalam posisi perubahan (becoming, developing, dan changing), sesungguhnya ia memiliki kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, akan tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan oranglain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Dan tugas ini adalah yang menjadi tugas guru atau pendidik.[13]


Pengembangan kurikulum model Rogers ini terdiri atas empat langkah strategis, yakni:

a)      Pemilihan target dari system pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya criteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam pengalaman kelompok yang intensif.

b)      Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan oleh para pejabat pendidikan, guru juga ukut serta dalam kegiatan kelompok.

c)      Pengembanagn pengalaman kelompok yang lebih intensif untuk kelas atau unit pelajaran.

d)     Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.

Model pengembangan kurikulum aleh Rogers ini berbeda dengan model kurikulum lainnya. Seperti tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah serangkaian kegiatan kelompok. Dan ini menjadi cirri has Carl Rogers, sebagai seorang eksistensialis humanis,ia tidak mementingkan formalis, rancangan tertulis, data dan sebagainya. Baginya yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah.


7.      The systematic action-research model

Model kurikulum ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa, perkembangan kurikulum adalah perubahan social. Hal ini mencakup satu proses yang melibatkan orang tua, peserta didik, guru, struktur sitem sekolah, pla hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, maka pengembangan kurikulum model ini menekankan pada tiga hal, hubungan insane, sekolah dan masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.

Menurut model ini, kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, para pengusaha, peserta didik, guru dan lain-lain, yang mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, vagaimana peserta didik belajar, bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Untuk itu perlu menempuh  langkah-langkah sebagai berikut:[14]

a)      Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah –masalah kurikulum berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi factor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus dilakukan

b)      Implementasi dari tindakan yang diambil dalam tindakan yang pertama. Tindakan ini segera diikuti dengan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini memiliki beberapa fungsi:

1)      Menyiapkan data bagi evaluasi tindakan,

2)      Sebagai bahan pemahaman bagi masalah yang dihadapi,

3)      Sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, dan

4)      Sebagai bahan untuk mengadakan tindakan lebih lanjut.


8.      Emerging technical model

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi dalam pengembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya adalah:

a)      The behavioral analisis model.

b)      The system analisis model

c)      The computer based model


C.      TUJUAN KURIKULUM

Tujuan kurikulum tidak bisa dilepaskan dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan seyogianya menjadi guideline atau direction bagi pemimpin pendidikan, baik birokrat yang berada pada pemerintahan maupun pemimpin pendidikan pada satuan pendidikan. Tujuan merupakan komponen utama yang terlebih dahulu harus dirumuskan, perananan tujuan sangat penting sebab menetukan arah proses pendidikan, tujuan yang jelas akan member petunjuk yang jelas pula terhadap program pendidikan, menentukan strategi dan sumber daya yang diperlukan.

Tujuan ini akan dapat dicapai melalui suatu institusi, karena tujuan institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh pemerintah khususnya satuan pendidikan yang menjadi bagiandari tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota. Tujuan institusional sebagai tujuan antara untuk mencapai tujuan umum dan visi misi pendidikan. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrtasi serta bertanggungjawab (pasal 3 UUSPN no. 20 tahun 2003).[15]

Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Berdasarkan hakikat tujuan tersebut, diturunkan dan dijabarkan sejumlah tujuan kurikulum mul;ai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran atau bidang studi sampai kepada tujuan – tujuan pembelajaran.[16]


D.        TUJUAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

The domain of curriculum development is not static. new procedures  are being suggested for changing existing curricula that draw on post modern ways of thingking.[17] Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan proses belajar-mengajar.

Seperti yang dikemukakan oleh Beauchamp bahwa terdapat lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu (Ibrahim, 2006) :

1)      Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.

2)      Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber yang menjadi titik tolaknya.

3)      Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik desain kurikulumnya.

4)      Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulum serta interaksi diantara proses tersebut.

5)      Setiap teori kurikulum hendaknya mempersiapkan ruang untuk dilakukannya proses penyempurnaaan.

Pada akhirnya, berbagai faktor diatas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembuatan keputusan kurikulum.

Pengembangan kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang berisikan hal-hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan. Diantaranya ;

a.       Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum ini menekankan pada keharusan pengembangan kurikulum yang telah terkonsep dan terinterpretasikan dengan cermat, sehingga upaya-upaya yang terbatas dalam reformasi pendidikan, kurikulum yang tidak berimbang, dan inovasi jangka pendek dapat dihindarkan.

b.      Tujuan pengembangan kurikulum

Tujuan berfungsi untuk menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah atau unit organisasi lainnya, sekaligus menstimulasi kualitas yang diharapkan. Berbagai kegiatan lain dalam pengembangan kurikulum, seperti penentuan ruang lingkup, sekuensi dan kriteria seleksi dan konten, tidak akan efektif jika tidak berdasarkan tujuan yang signifikan. Tujuan pendidikan pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang dianut atau yang mendasari pendidikan tersebut.

c.       Penilaian kebutuhan

Penilaian kebutuhan adalah prosedur, baik secara terstruktur maupun informal, untuk mengidentifikasi kesenjangan antara situasi “disini dan sekarang” (here and now situation) dan tujuan yang diharapkan. Penilaian kebutuhan dapat mendahului maupun mengikuti penentuan tujuan. Kebutuhan juga dapat dimanfaatkan oleh pengembang kurikulum untuk melakukan revisi dan modifikasi kurikulum.

d.      Konten kurikulum

Konten kurikulum dipandang sebagai informasi yang terkandung dalam bahan-bahan yang dicetak, rekaman audio dan visual, komputer dan alat elektronik lainnya, atau yang ditransmisikan secara lisan. Informasi bisa menjadi konten bagi siswa jika dapat memberi pengertian terhadap aktivitas yang berguna.

e.       Sumber materi kurikulum

Materi  kurikulum yang diperlukan oleh pengembang kurikulum dapat diperoleh di buku-buku teks dan petunjuk bagi guru. Materi tersebut juga dapat diperoleh di beberapa tempat seperti perpustakaan kurikulum diberbagai universitas, khususnya pada bagian pendidikan.

f.       Implementasi kurikulum

Berbagai dimensi kurikulum yang penting dicermati adalah materi kurikulum, struktur organisasi kurikulum, peranan atau perilaku, pengetahuan dan internalisasi nilai. Keberhasilan implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi implementasinya. Pada prinsipnya, implementasi ini mengintegrasikan aspek-aspek filosofis, tujuan, subject matter,  strategi mengajar dan kegiatan belajar, serta evaluasi dan feedback.

g.       Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (judgement) untuk merumuskan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki subtansi kurikulum, prosedur implementasi, metode intruksional, serta pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa.

h.      Keadaan di masa mendatang

Dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran, pandangan dan kecenderungan pada kehidupan masa datang sudah menjadi kepentingan pokok. Pesatnya perubahan dalam kehidupan sosial, ekonomi, teknologi, serta berbagai peristiwa dunia, memaksa setiap warga masyarakat berpikir dan merespon setiap perubahan yang dihadapi. Oleh karenanya, harus dipikirkan solusi alternatif dalam menghadapi situasi masa yang akan datang tersebut.















PENUTUP

Kesimpulan


Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

       Desain kurikulum merupakan bagian dari pengembangan kurikulum, Dan desain dapat dirumuskan sebagai proses yang sengaja tentang suatu pemikiran, perencanaan dan penyeleksian bagian-bagian, teknik, dan prosedur yang mengatur suatu tujuan.   Pengembangan kurikulum merupakan proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan proses belajar-mengajar.

       Sehingga  tujuan pendidikan dapat tercapai. Tujuan pengembangan kurikulum berfungsi untuk menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah atau unit organisasi lainnya, sekaligus menstimulasi kualitas yang diharapkan. Berbagai kegiatan lain dalam pengembangan kurikulum, seperti penentuan ruang lingkup, sekuensi dan kriteria seleksi dan konten, tidak akan efektif jika tidak berdasarkan tujuan yang signifikan. Karena Tujuan pendidikan pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang dianut atau yang mendasari pendidikan tersebut.





DAFTAR PUSTAKA


Allan c. Ornstein. Curriculum foundation, prinsiples and issues. Francis P. Hunkins. 2004

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi. (Bandung: Alfabeta, 2012)

Khaerudin dan Mahfud Junaedi, Th. 2007”Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan”, Semarang, Nuansa Aksara, Th. 2007

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek,

Rusman, Manajemen Pengembangan Kurikulum,  ( Jakarta: Rajawali Press, 2009)

S. Naustion, th. 1991 “Pengembangan Kurikulum, Bandung, Citra Aditya Bhakti.

Sumarsih, “Kurikulum”, diambil dari http://staff.uny.ac.id/

Syaiful Sagala, 2008. “Adninistarsi Pendidikan Kontemporer”, Bandung, alfabeta.

Tim Penatar Prov. Jawa Tengah, Th. 1986 “Bahan Penataran Kurikulum SD Yang Disempurnakan”, Semarang.





[1] S. Naustion, “Pengembangan Kurikulum, Bandung, Citra Aditya Bhakti, th. 1991, hlm. 9

[2] Sumarsih, “Kurikulum”, hlm. 1.  diambil dari http://staff.uny.ac.id/

[3] Tim Penatar Prov. Jawa Tengah,  “Bahan Penataran Kurikulum SD Yang Disempurnakan”, Semarang, 1986, Hln. 2

[4] Rusman, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 28

[5] Ibid, hlm 29

[6] Ibid, hlm 30

[7] Ibid, hlm 31

[8] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi, h. 127-129

[9] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, h. 161

[10] Ibid, hlm 162

[11] Ibid, hlm 163-164

[12] Ibid, hlm 165

[13] Ibid, hlm 166-167

[14] Ibid, hlm 168-169

[15] Syaiful Sagala, “Adninistarsi Pendidikan Kontemporer”, Bandung, alfabeta, th. 2008. Hlm. 7

[16] H. haerudin dan Mahfud Junaedi ,”Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan”, Semarang, Nuansa Aksara, Th. 2007, hlm. 28

[17] Allan c. Ornstein. Curriculum foundation, prinsiples and issues. Francis P. Hunkins. 2004 hlm 194.

Post a Comment for "Desain Tujuan Pengembangan Kurikulum"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel